Tadi pagi ada yang telepon ke handphone saya, nomornya nomor Jakarta (021). Saya pikir ini kemungkinan ada yang nawarin kartu kredit lagi :grin3: Tapi saya tetap jawab karena siapa tahu ada perusahaan besar yang mau menawarkan pekerjaan bergaji tinggi pada saya :laughloud:
Begitu saya bilang “Halo” dia langsung menanyakan apakah bisa berbicara dengan Ibu X. Ibu X ini adalah saudara saya. Saya jadi bingung, koq cari saudara saya telepon ke saya ya? Ternyata, dia adalah dari perusahaan konsultan dari sebuah perusahaan asuransi besar yang sedang mengadakan survey kepuasan pelanggan. Kebetulan masalah asuransi saudara saya itu memang saya yang urus.
Karena salah nomor, saya bilang saja bahwa saya memang saudaranya. Lalu dia menanyakan banyak hal tentang kepuasan saudara saya akan perusahaan yang sedang diwakilinya itu. Karena saya tahu, jadi bisa saya jawab. Di akhir pembicaraan dia menanyakan nomor telepon saudara saya itu. Saya tidak berikan dengan alasan Ibu X itu orang sibuk, tidak bisa sembarangan orang meneleponnya, kalau dia merasa terganggu, bisa-bisa dia tidak mau lagi asuransi di perusahaan ini. π
Jujur, saya pribadi merasa sangat terganggu dengan survey kepuasan konsumen melalui telepon semacam ini. Karena alasan inilah saya tidak berikan nomor telepon saudara saya itu, karena saya yakin dia pun pasti terganggu. Apalagi tadi saya sedang kerja, ditanya ini itu yang mungkin penting buat mereka, tapi sama sekali tidak penting buat saya. Dia pun di awal hanya mengatakan “Maaf mengganggu” tanpa menanyakan dulu apakah saya sedang sibuk atau tidak. Bukankah akan lebih baik kalau dia menanyakan apakah waktunya kurang tepat, apakah bisa menghubungi lagi nanti siang dsb?
Karena itu saya tidak setuju dengan survey via telepon. Lagipula, bukankah survey via telepon biayanya lebih mahal? Nelepon ke handphone pula, sampai 10 menit lebih pasti mahal deh :nono1: Menurut saya akan lebih baik bila survey semacam itu dilakukan via:
- Email
Cari data klien yang memiliki email, lalu kirim email pada mereka dimana dalam email itu ada link menuju ke halaman website yang berisi surveynya. Biaya yang tadinya dipakai untuk menelepon bisa dipakai untuk memberikan cindera mata / souvenir kepada klien yang telah mengikuti survey dan beruntung. Saya senang mengikuti survey singkat yang ada cindera matanya.Kelemahannya, sampai sekarang memang banyak klien yang tidak mencantumkan alamat email mereka, entah karena belum punya atau enggan. Tapi kalau nomor telepon mereka pasti cantumkan karena memang sudah menajdi hal yang wajib dicantumkan. Kemudian masih banyak juga klien yang “gaptek” yang belum bisa buka email :daydream: Tapi kelemahan ini menurut saya bisa teratasi dalam waktu singkat dengan semakin pentingnya seseorang memiliki alamat email sekarang ini.
- SMS
Survey singkat juga bisa via SMS. Ini tidak terlalu mengganggu, dan kalau mengganggu pun klien tinggal mengabaikan SMS itu. Beda halnya dengan telepon yang jelas-jelas lebih mengganggu dan agak sulit untuk klien menghentikan orang yang berbicara tanpa henti di ujung sana :tongue3: Biaya untuk SMS juga jauh lebih kecil dibandingkan dengan menelepon. - Surat
Perusahaan bisa mengirimkan survey via surat kepada klien dan meminta klien untuk mengirimkannya kembali via pos (tentu disertai perangko berlangganan supaya klien tidak perlu membeli perangko) atau via fax atau bahkan via email.
Memang dengan ketiga cara di atas, respons yang diharapkan mungkin kurang sesuai, berbeda dengan telepon yang langsung kena sasaran. Tapi sekali lagi, demi tidak mengganggu dan lebih menghargai klien, menurut saya lebih baik survey tidak dilakukan via telepon.
Anda setuju?